Jakarta, Menulis sebagai kesaksian untuk perubahan dari gerakan kesadaran dan pemahaman spiritual yang masih terus berproses mencari dan menemukan kesempurnaan hidup menjadi pendorong utama untuk melakukannya nyaris tiada lelah yang perlu dikeluarkan.
Apalagi jika kesaksian melalui tulisan itu sendiri sangat disadari kelak akan menjadi bagian dari ornamen penghias batu nisan sendiri yang pada waktunya perlu diziarahi sekedar untuk melepas rindu bagi siapapun yang sempat singgah dalam relung kehidupan yang paling singkat sekalipun.
Sejak lima tahun terakhir, minimal satu tulisan entah dalam bentuk apapun dari perspektif karya jurnalistik modern ala media berbasis online — terus mengalir, bahkan acap kali bisa mencapai tiga karya tulis dalam bentuk dan tampilan yang berbeda ikut meramaikan publikasi dalam berbagai media yang ada di tanah air.
Semua karya tulis itu dibuat menjadi semacam terapi diri agar menjadi pikuk, setidaknya diharap bisa memperlambat proses pelupa yang menjadi semacam sunnattulah bagi setiap orang yang memasuki usia senja.
Idealnya memang semangat menulis tentang berbagai hal — semacam kesaksian sari aktivitas kegiatan sehari-hari pada saat usia mulai merunduk juga beranjak dari hasrat ingin menjaga akal sehat tetap segar dan jernih dengan memanfaatkan koreksi dan kritik yang kritis dari teman-teman dan pembaca yang aktif mengikuti semua jenis dan bentuk tulisan yang disajikan secara terbuka melalui beragam macam bentuk maupun tampilan media massa yang ada di Indonesia. Karena hanya dengan cara seperti itu juga bisa diperoleh usaha untuk mengkoreksi diri, meski lebih banyak diantaranya yang suka memberi pujian, lantaran dalam usia yang relatif uzur masih tetap produktif menyajikan informasi serta publikasi yang mereka anggap cukup segar dan menyerahkan pandangan serta pemahaman dari perspektif yang berbeda.
Sebagai penulis pemula yang memulai karier dari korespondensi, lalu semakin meyakini dapat menjadi pilihan profesi pekerjaan sebagai penulis frelance sejak tahun 1970-an hingga menjadi penulis tetap untuk sejumlah koran dan majalah, guna memantapkan pilihan pekerjaan profesi ini merasa perlu mempersakti diri dengan masuk dalam jajaran redaksi secara formal pada tahun 1989 -1990 setelah bergabung dan mengelola majalah kampus hingga setahun kemudian menguji diri sebagai redaktur budaya dan seni harian umum yang lebih luas sekaligus pengelola utama Koran Mingguan pada tahun 1989-1990.
Meski begitu, profesi sebagai penulis lepas (frelance) terus berjalan hingga akhirnya mampu membagi waktu untuk ikut aktif dalam organisasi buruh sejak tahun 1992 hungga undur diri pada tahun 2022.
Diantara waktu aktif dalam organisasi buruh ini (2000 – 2006) dipercaya jadi pengendali utama sejumlah media Mingguan (Tabloid) sambil terus gencar menulis di berbagai media umum sebagai penulis frekance maupun penulis tetap untuk sejumlah media di daerah.
Jadi usaha untuk menghimpun karya tulis yang telah berserakan di sejumlah media pada lima tahun terakhir ini (2019-2024), karena sudah diperkirakan tudak kurang seribu artikel, nyaris rampung untuk dijadikan semacam bunga ramai seperti yang sudah pernah diterbitkan “Menggugat Sastra, Wanita dan Budaya Kita” oleh PT. Bina Cipta, Bandung pada tahun 1986. Adapun kumpulan tulisan terbaru kali kini terbagi dalam tiga judul : (1) “Kesaksian Perjalanan Spiritual Sri Eko Sriyanto Galgendu”, (2) Kesaksian Perjalanan Budaya Politik Kita” dan (3) “Kesaksian Perjalanan Bangsa dan Negara Indonesia Menjelang Satu Abad”.
Serangkaian dari tiga bagian tulisan tersebut merupakan satu titik fokus perhatian penulis yang dianggap paling kristal menjadi pangkal soal masalah bagi bangsa dan negara Indonesia kemarin, hari ini dan esok yang patut disikapi dengan cara lebih bijak untuk bertarung dibantah global yang tidak mungkin dapat dielak melalui cara apapun. Kecuali masuk dan mencari celah agar tetap dapat tampil dengan kedaulatan politik, ekonomi yang mandiri serta kepribadian yang budaya luhur, setidaknya seperti yang telah disebarkan para leluhur kita.
Harapan dari usaha untuk menerbitkan tiga buku ini pun yang merupakan satu kesatuan juga dapat menandai pengharapan besar bagi bangsa dan negara Indonesia untuk menjadi kiblat peradaban dunia di masa depan.
Karena itu, gerakan kebangkitan dan kesadaran serta pemahaman spiritual menjadi pincak simpul dari konsentrasi implementasi, sosialisasi dan realisasi yang perlu dijadikan kesadaran dan kesepakatan bersama untuk dilakukan dalam bentuk dan cara apapun dengan mengedepankan etika, moral dan akhlak mulia manusia sebagai wakil Tuhan — khalifatulah — di bumi.
Sekedar catatan kaki untuk rencana penerbitan bunga ramai dari tiga serangkaian ide dan gagasan yang termuat di dalamnya, dapat berkenan serta dipahami bisa mendapatkan dukungan dalam berbagai bentuk dan senilai apapun wujudnya yang nyata. Sebab dari serangkaian tiga buku bunga rampai ini tidak hanya dapat menjadi bagian dari ornamen batu nisan yang mungkin kelak akan diziarahi, tapi juga diharap mampu memicu gairah elan vital perjuangan serta etos untuk kemaslahatan bersama. Dan harapan terhadap penerbitan tiga buku bunga rampai ini pun tidak hanya menjadi bagian dari ornamen batu nisan semata.(Pati, 17 September 2024)