Centralinformationasean.com, Sejarah, Dalam buku,”M Panggabean, Jenderal dari Tano Batak,” yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat, Jenderal Maraden Panggabean banyak mengungkapkan kesaksiannya seputar peristiwa Gerakan 30 September.
Ketika itu Panggabean masih Mayor Jenderal dan sedang menjabat sebagai Deputi Wilayah atau PanglimaKomando Antar Daerah (Deyah/Pangkoanda) Kalimantan merangkapPanglima Kolaga II/Dwikora.
Dikisahkan Panggabean pada tanggal 3 Oktober 1965, sekitar pukul 10.00 ia menghadiri rapat staf di Markas Staf Umum Angkatan Darat atas panggilan pejabat sementara Panglima Angkatan Darat Mayor Jenderal TNI PranotoReksosamudro. Ketika itu, Mayjen Pranoto Reksosamudro, Asisten III Menteri Panglima Angkatan Darat telah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai pejabat sementara atau caretaker Menteri Panglima Angkatan Darat yang sebelumnya dipegang oleh Letjen Ahmad Yani.
Kala itu, nasib para jenderal korban penculikan belum diketahui. Meski lokasi tempat disembunyikannya jenazah para jenderal korban penculikan telah diketahui, yakni di Desa Lubang Buaya tak jauh dari komplek Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta Timur. Hari itu, saat Mayjen Panggabean menghadiri rapat di Markas Staf Umum Angkatan Darat, pada hari yang sama tanggal 3 Oktober 1965 para perwira angkatan darat lainnya menuju Lubang Buaya, suatu desa disekitar kompleks Pangkalan Udara Halim.
Mayor Jenderal Panggabean menghadiri rapat Staf Umum Angkatan Darat mewakili Koanda/Kowilhan Kalimantan, karena Panggabean secara kebetulan berada di Jakarta. Rapat dipimpin oleh Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai pejabat sementara Menteri Panglima Angkatan Darat.
Dalam rapat di Markas Staf Umum Angkatan Darat itu, Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudromenjelaskan bahwa menurut keputusan Presiden Soekarno dia telahdiangkat sebagai pejabat sementara Menteri Panglima Angkatan Darat.
Dalam rapat itu, Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro meminta agar TNI Angkatan Darat segeramelakukan konsolidasi ke dalam. Setelah Pranoto berbicara, pada kesempatan itu dalam rapat tersebut, Mayor Jenderal Panggabean mengusulkan agar diteruskan upaya mencari para perwiratinggi yang diculik. Mayjen Panggabean juga meminta agar diambil tindakan yang tegas terhadap pelakunya.
Tetapi usul Panggabean ini kurang mendapat respons dari Mayjen Pranoto. Tentu saja respon dari Mayjen Pranoto membuat Panggabean sangat kecewa. Mayjen Pranoto oleh Panggabean dinilai seperti tak peduli dengan peristiwa yang telah menghina Korps Angkatan Darat. Panggabean pun akhirnya memendam kekecewaan itu dalam hati.
Ia jengkel dengan sikap Mayjen Pranoto yang menganggap penculikan para jenderal itu seperti persoalan kecil.
Sementara itu tanpa mengenal lelah Mayor Jenderal Soeharto yang telah ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Panglima Pemulihan keamanan dan ketertiban terus melanjutkan upaya pencarian para perwira tinggi yang diculik komplotan Gerakan 30 September.
Pada sorehari tanggal 3 Oktober 1965, sudah dapat dipastikan, bahwa mereka para jenderal itu sewaktu atau sesudah diculik telah dibunuh secara kejam dan bersama-sama dimasukkan dalam satu sumurtua di Lubang buaya.
Mayor Jenderal Soeharto kemudian
memerintahkan agar penggalian jenazah ditunda saja, untuk dilanjutkan besok harinya dengan liputan rekaman televisi.
Esok harinya tanggal 4 Oktober 1965, penggalian di Lubang Buayadilakukan dengan bantuan Pasukan Katak KKO disaksikan oleh MayorJenderal Soeharto sendiri dan beberapa pejabat teras lainnya. Laporananggota polisi Sukitman ternyata benar dan ditemukan tujuh jenazah di dalamsumur tua itu.
( Sholihul)