Centralinformationasean.com, Opini, Kisah Pramono, pengepul susu sapi perah dari Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, jadi viral karena masalah pajak.
la harus menutup usahanya, karena merasa tak kuat dihantam pajak negara sebesar Rp. 670 juta.
Bila mendengar nilai pajaknya saja sebesar itu, tentu bisa dibayangkan betapa kayanya seorang Pramono.
Tapi bagi yang belum mengenal Pramono, mungkin akan kaget melihat sosoknya.
Pramono dikenal sebagai pengusaha pengepul susu dengan gaya hidup yang sangat sederhana.
Orang mengenalnya, menyebut Pramono sebagai orang yang sudah ‘selesai’ dengan urusan duniawi.
Transaksinya membeli susu dari peternak bisa mencapai ratusan juta rupiah dalam sehari.
Tapi, kemana-mana, atau menemui setiap tamunya, ia selalu mengenakan sandal jepit.
Rumahnya jauh dari kata mewah.
Pram tinggal di rumah ‘desa’ peninggalan orang tuanya.
Meski kerap dikunjungi pejabat, namun sebagian lantainya masih tanah,Bahkan Sebagian dindingnya pakai gedhek atau bambu. Sebagian lagi masih belum dilapis semen.
Tak ada perabotan mahal yang dipajang di rumah tuanya itu. Jika umumnya pengusaha masa kini suka beli Mitsubishi Pajero atau Toyota Fortuner, Pram hanya punya Isuzu Panther.
Itu pun, dia dapat dari orang yang berutang kepadanya, karena tak mampu melunasi pakai uang tunai.
Pram mengaku tak menyukai kemewahan dunia.
Baginya, tak kelaparan dan bisa tidur di rumah dengan nyenyak, sudah dianggapnya barang mewah.
“Kagem nopo (Buat apa hidup mewah-mewahan). La wong semua (Hasil kekayaan) ini milik peternak semua,” kata bujangan 67 tahun ini.
la punya beberapa truk dan mesin cooler yang harganya tak murah. Tapi menurutnya, itu semua bukan punya dia, tapi punya para peternak susu di Boyolali.
Bila tak ada barang-barang itu, perputaran uang peternak susu di Boyolali akan mandeg.
Sebelumnya, kisah Pramono menjadi ramai karena keputusannya menutup usaha, membuat banyak peternak sapi perah, cemas. Pram makin kaget mendapat tagihan pajak tahun 2018, yang menurutnya sudah dibayarnya.
Lelah karena tak dapat kepastian soal jumlah pajak, ia pilih menutup usaha.
( Sholihul)