Feodalisme Jawa era “60 an : filsafat komunis, kaum borjuis adalah kelas sosial yang Memiliki hak atas Tanah.

banner 120x600
banner 468x60

Centralinfomationasean.com-22/10/2024-Sejarah, Fakta Feodalisme di Jawa di Masa itu
paling sadis Menjajah Masyarakat Jawa dimasa lalu adalah Para Tuan Raja mereka sendiri, bukan Londo ataupun Londo Ireng, oleh karena itulah Sejarah di Indonesia khususnya di Jawa, dan umumnya di Eks Wilayah jajahan Nederlands Indie (Hindia Belanda) 100% telah dirubah. Khusus di Nusa Selatan (sekarang Jawa), tujuan merubah Sejarahnya secara keseluruhan yaitu untuk menghapus Sejarah Buruk masa lalu Perbudakan Masyarakat Pribumi Pulau tersebut yang merupakan Masyarakat yang paling tereksploitasi dimasa Kolonialisme, dan bahkan tidak tanggung tanggung dalam hal mengubah Sejarahnya, nama Pulaunya pun juga dirubah.

Eksploitasi dimasa Kolonial adalah politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan (gaji atau upah). Tujuan dari eksploitasi adalah pemanfaatan untuk kepentingan kaum elit, golongan atas, sosialita dan kaum bangsawan yang dapat mendayagunakan para budak rendahan di luar batas kepatutan.

banner 325x300

Sasaran utama eksploitasi adalah penguasaan dan penggunaan lewat kekuasaan kolonialisme untuk mengeruk dan memeras potensi sumber daya baik sumber daya alam atau sumber daya manusia khususnya pada budak paling rendah. Kenyataan masa lalu tersebut memang sangatlah sulit di terima oleh sebagian besar etnis Nusa Selatan (sekarang Jawa), akan tetapi Sejarah seharusnya wajib disampaikan apa adanya berdasarkan Senjarah itu sendiri, meskipun tentu terasa sangat pahit bagi Masyarakat etnis Jawa pada umumnya.

“Dunia ini penuh dengan manusia yang kelaparan yang tidak mempunyai uang untuk membeli makanan, ini adalah sebuah paradok, di dunia negara miskin adalah dunia yang selalu lapar, mungkin terdapat cara memperluas produksi makanan yang dapat menjaga agar harga pangan menjadi tidak terlalu mahal agar mereka bisa membeli dan mendapatkan makanan. Ini adalah filosofi yang tidak berdasarkan kebijakan yang adil dan harus diberhentikan sebagai dasar aturan dalam hubungan antara bangsa-bangsa pada setiap negara”
Che Guevara

Bila kemudian timbul pertanyaan kenapa begitu? karena secara langsung dan tidak langsung kita memang (Masyarakat NKRI) di bimbing ke arah itu untuk tujuan yang saya katakan tersebut yang bertujuan untuk menghapus kenangan buruk sejarah masa lalu khusunya di pulau Jawa, plus Masyarakat Jawa yang di eksploitasi paling sadis oleh Raja Raja mereka sendiri dimasa lalu, walaupun di Daerah Daerah lain juga terjadi hal yang sama, namun tidak sesadis di pulau Jawa. Itulah Fakta Sejarah yang secara giat dan terus menerus dilakukan oleh Pemerintah secara langsung maupun secara tidak langsung.

Kenapa demikian,
Dapat diteliti pada Generasi kelahiran 1950-an, bahwa lewat bangku sekolah Generasi Bangsa di dikte dengan cerita cerita sejarah fiksi, sehingga mereka hanya tahu sejarah berdasarkan cerita cerita fiksi sejarah tersebut lewat buku buku cerita cerita sejarah yang diajarkan pada mereka sejak dini waktu mereka masuk bersekolah dari era tahun 1960-an

Nostalgia Generasi 80-90an dengan ulasan yang murni menggambarkan Ketika tahuan masalah Sejarah masa lalu

Akibat dari Itu, Negara yang Masyarakatnya dipenuhi dengan Para Imajinator adalah NKRI, Mereka selalu berimajinasi memiliki jutaan HERO dimasa lalu, salah’ satu contohnya diluar Jawa dibawah ini

filsafat komunis, kaum borjuis adalah kelas sosial yang memiliki tanah.

Adapun generasi kelahiran tahun 1930an dan 1940an, yang lebih dari 95% tidak pernah sekolah, dan adapun yang bersekolah yang jumlahnya sangat sedikit tersebut tidak tahu proses perubahan nama Nederlands Indie ke nama Indonesia.pada tahun 1920an – 1930an.
Sementara generasi kelahiran tahun 1920an – dan sebelumnya yang jumlahnya hampir 100% tidak pernah sekolah, hanya tahu bahwa daerah daerah mereka di perintah secara Feodalisme oleh pribumi lokal yang mereka tidak tahu bahwa itulah yang disebut bangsawan, misalnya di Sulawesi Selatan untuk Bugis Makassar. Untuk Bugis Mereka hanya tahu bahwa Pribumi lokal yang memerintah mereka dengan sistim feodalisme disebut Arung dengan gelar antara lain untuk Bugis yang cukup beragam antara lain Datu, Patta Bau, Petta Arung Mangkau’, Petta Arung Matowa, Matowa, Paddanreng, Sullewatang, sementara untuk Mangkasa hanya satu yang populer yaitu Karaeng, dan umumnya kelompok etnis yang lain di Daerah Daerah, juga hanya satu yang populer ain. Catatan untuk kelompok etnis Bugis ; istilah istilah tersebut memang sekarang Ini tidak sepopuler lagi dimasa lalu karena dari waktu ke waktu semakin jarang di ulas.

Masyarakat kita yang era kelahirannya pada 1920-an – dan sebelumnya, tidak tahu apa Itu Belanda, dan apa itu Nederlands Indie (HIndia Belanda). Keterbatasan Mereka hanya tahu Para Pribumi yang merupakan kesatuan rangakaian kelompok Feodalisme tersebut,. Mereka hanya tahu bahwa etnis mata Sipil (Cina dan Jepang), etnis Cina dimasa lalu adalah pedagang, dan etnis Jepang datang kemudian untuk menjajah, dan mereka tahun bahwa etnis Jepang datang untuk menjajah hanya dari cucu cucu Mereka. Umumnya mereka tidak tahu apa itu Penjajahan, dan yang mereka tahun bahwa mereka diperintahkan oleh Pribumi setempat (Penguasa Feodal setempat).

Sementara yang era kelahirannya 1920-an atau pun 1930an, yang umumnya tidak pernah sekolah dan hanya sebatas mengenal daerah mereka atau paling tidak yang sempat mengenal daerah terdekat dari daerah mereka karena untuk bepergian pada masa itu sulit karena harus jalan kaki, hanya tahu bahwa setelah Tentara Jepang pergi, datanglah Tentara Jawa. Mereka yang biasa bepergian ke Daerah lain adalah yang pergi untuk mendapatkan upa petik padi di musim panen di daerah lain. Mereka hanya tahu Masyarakat kulit putih Penjajah yang hanya sekali kali mereka lihat di kampung pedalaman mereka, dan bahkan sebagian besar masyarakat pedalaman tidak pernah melihat Masyarakat Kulit Putih, karena Masyarakat kulit putih hanya ada didaerah daerah Landschap, itupun hanya satu dua yang terkait dengan Pribumi Feodal yang mendapatkan persetujuan sebagai Penguasa Feoda dari Kaum feodal yang lebih tinggi.

Kelompok Feodal dari kaum Pribumi tersebut dari berbagai etnis di berbagai daerah dengan jumlah keseluruhan dari berbagai daerah tersebut tidak lebih 5% dari seluruh wilayah Indonesia – Singapura – Siam – Malaysia – Brunai, tergabung dalam kelompok yang disebut harmoni yang terdiri dari Kaum elit, golongan atas, dan bangsawan di Kota Kota, dan kelompok Harmoni inilah yang melakukan perbudakan dimana di daerah Kota pedalaman yang merupakan bagian dari kelompok ini adalah Pribumi setempat.

Pada kelompok Harmoni yang jumlahnya dari seluruh daerah daerah tersebut hanya sekitar kurang lebih 10% (perlu penelitian lebih lanjut), mayoritas kulit putih dan minoritas pribumi. Kelompok Harmoni inilah yang merupakan suatu kelompok kaum Feodalisme yang di dalamnya termasuk Kaum Borjuis

The bourgeoisie atau Borjuis (kata sifat: borju) adalah sebuah kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan kelakuan yang terkait dengan kepemilikan tersebut. Mereka adalah bagian dari kelas menengah atau kelas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan. Hal ini dibedakan dari kelas sosial yang kekuasaannya didapat dari lahir (Stadhouder) di dalam sebuah keluarga aristokrat pemilik tanah yang bergelar, yang diberikan hak feodal istimewa oleh raja/monarki (Tuan Raja yang Kekuasaannya lebih tinggi). Kaum Borjuis muncul di kota-kota yang ada di akhir zaman feodal dan awal zaman modern dan akar paling bawahnya di Kota Kota pedalaman yang hak Feodal pada Pribumi setempat yang di istimewakan oleh Borjuis sebagai pemangku Feodalisme setempat, melalui kontrol perdagangan jarak jauh dan manufaktur kecil. Kata borjuis dan borju berasal dari bahasa Prancis, yang berarti “penghuni-kota” (dari Bourg, budak kaya. Bahasa Jerman Burg).

Mereka adalah kelas pemilik bisnis, pedagang, dan orang kaya, secara umum, yang muncul pada Akhir Abad Pertengahan, yang awalnya sebagai “kelas menengah di kota kota” antara para tuan tuan tanan (Landheer) dan Aristokrasi. Mereka secara tradisional dikontraskan dengan kaum proletar (budak miskin ; budak paling rendah) melalui kekayaan, kekuasaan politik, dan pendidikan mereka, serta akses dan kendali mereka terhadap modal budaya, sosial, dan finansial.

Kaum borjuis dalam pengertian aslinya terkait erat dengan ideologi politik liberalisme klasik dan keberadaannya di dalam kota, yang diakui oleh undang-undang kota (misalnya, undang-undang kota, hak istimewa kota, hukum kota Jerman), sehingga tidak ada kaum borjuis yang terpisah dari warga kota (termasuk kaum feodal di pedalaman / Kaum tani di pedalaman yang melakukan Perbudakan pada kaum budak miskin yang berada di bawah sistem hukum yang berbeda

Dalam filsafat komunis, kaum borjuis adalah kelas sosial yang memiliki alat-alat produksi selama industrialisasi modern dan yang perhatian sosialnya adalah nilai kepemilikan pribadi dan pelestarian modal untuk memastikan keberlanjutan dominasi ekonomi mereka dalam masyarakat Proletar beserta Pengertiannya sesuai KBBI. Antonim adalah istilah lain dari lawan kata. Dalam buku Panduan Resmi Tes BUMN CAT/PBT yang disusun oleh Raditya Panji Umbara, ‎Tim Redaksi Bintang Wahyu (2018: halaman 22), disebutkan bahwa kata antonim pada awalnya berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “onama” yang berarti nama dan kata “anti” yang berarti melawan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata antonim dimaknai sebagai kata yang berlawanan makna dengan kata lainnya. Berdasarkan sifatnya, antonim terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain antonim mutlak, antonim kutub, antonim hubungan, dan antonim hierarkial. Antonin kata proletar adalah kaum elit, golongan atas, sosialita, bangsawan.

Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa kata yang memiliki antonim, salah satunya adalah kata proletar. Apakah yang dimaksud dengan proletar? Dikutip dari buku Pancasila Dasar Negara: Kursus Pancasila Oleh Presiden Soekarno Tentang Pancasila yang ditulis oleh Dr.(Hc). Ir. Soekarno (2018: 53), proletar adalah orang yang menjualkan tenaganya kepada orang lain dengan tidak ikut memiliki alat produksi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, proletar adalah orang dari golongan proletariat. Proletariat bermakna lapisan sosial yang paling rendah, golongan buruh, khususnya golongan buruh industri yang tidak mempunyai alat produksi dan hidup dari menjual tenaga.
Sesuai dengan penjelasan definisi proletar tersebut, dapat diketahui bahwa antonim atau lawan kata dari proletar adalah elite, golongan atas, pilihan, sosialita, bangsawan. Berikut ini contoh penggunaan kata proletar dalam sebuah kalimat.

Meski berasal dari kalangan proletar, Nyi Ontosoroh tidak takut menentang penindasan kaum borjuis. Undang-undang terbaru Kolonial tidak memihak pada kaum proletar, justru semakin membuat mereka makin tertunda dan makin miskin , Nyai Ontosoroh hanyalah figur rekaan atau fiksi belaka, namun ironisnya Pramoedya justru melihat sosok ini sebagai personifikasi dari figur ibu kandungnya. Dalam sebuah wawancara ia pernah berkata: Tokoh Nyai Ontosoroh dalam cerita itu merupakan perpaduan dari Ibu saya sendiri. Saya terlalu dekat dengan Ibu saya. Dialah guru saya. Faktanya, Nyai Ontosoroh hanya sebuah karya novel.

Proletariat (dari Bahasa Latin: proles) adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan kelas sosial rendah; anggota kelas tersebut disebut proletarian. Awalnya istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan orang tanpa kekayaan (orang miskin’ ; budak paling rendah); istilah ini biasanya digunakan ibaratnya untuk menghina atau merendahkan Para Budak Miskin. Di era Roma Kuno penamaan ini (budak) memang sudah ada, namun istilah budak bukan hanya berlaku pada orang tanpa kekayaan saja, dulunya Stadhouder pun disebut budak

Untuk istilah budak paling rendah, kelas terbawah masyarakat tersebut,

Hal ini terjadi sampai Karl Marx mengubahnya menjadi istilah sosiologi yang merujuk pada kelas pekerja (buru), tidak hanya pada Kaum Miskin sebagai Budak paling rendah (yang di eksploitasi), merupakan Istilah proletar dalam ilmu sosiologi saat Karl Marx pertama kali merujuknya sebagai salah satu kelas proletar. Kelas ini sebenarnya sudah banyak muncul sebagai sebuah rujukan kelas dengan nama-nama yang berbeda. Dalam artian Karl Marx, proletar meliputi juga masyarakat kelas kedua setelah kelas kapitalis yang hidup dari gaji yang layak dari hasil kerjanya. Banyak stereotip (penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat berdasarkan prasangka sendiri) yang memandang bahwa proletar hanya terbatas sebagai masyarakat kelas rendah yang di eksploitasi. Proletar menurut Karl Marx, termasuk yang Pekerjaan mereka tak lepas dari buruh, petani, nelayan atau orang-orang yang berkutat dengan pekerjaan tangan – baca pekerjaan kasar-.

Ada beberapa contoh kaum proletar di Dunia. Di masyarakat Eropa, khususnya saat sebelum Revolusi Prancis terjadi, proletar dapat diartikan termasuk peasant (Petani / Tuan Tanah / Landheer). Dimana waktu itu jumlah masyarakat ini mendominasi Prancis, tetapi tidak diperbolehkan dalam aturan Kolonial memiliki kekuatan militer. Mereka dibawa Kekuata kaum Bangsawan dari garis Stadhouder yang biasanya juga dianggap sebagai masyarakat pemerintah dan pemegang kapital bersama kaum Pendeta.

Di India masyarakat dibatasi dengan adanya kasta yang dilegalisasi oleh agama mereka. Kaum proletar disana dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah kaum sudra yang merupakan kelas orang-orang pekerja dan pelayan. Kedua adalah Dalit yang sebenarnya kelas ini adalah kelas terbuang dari kelas-kelas sebelumnya bahkan bisa dibilang kelas ini merupakan kelompok masyarakat yang tidak diakui dalam kasta. Pekerjaan kaum pariah adalah yang paling memilukan dari segala pekerjaan yang diemban oleh kelas lainya, karena tugas mereka adalah tugas-tugas yang dianggap tidak layak untuk dilakukan. Di Indonesia, terutama di Pulau Nusa Selatan (sekarang Pulau Jawa) pada era kolonial, masyarakat proletar disandang oleh penduduk asli pulau Nusa Selatan (Jawa).

Mereka adalah orang yang paling tereksploitasi dalam era-era kolonial Hindia Belanda (Nederlands Indie). Menurut peraturan yang dibuat pemerintah kolonial, mereka benar-benar dikurangi haknya sampai batas minimal, lewat kaum pribumi yang tergabung dalam kelompok Pribumi tersebut.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *