Centralinfomationasean.com-22/10/2024-Opini,Gagasan untuk menerjemah al-Qur’an ke dalam bahasa-bahasa Eropa terjadi sejak abad ke 11 M oleh Peter of Toledo (1094-1156) dalam bahasa latin yang berjudul: ALCURANI TEKTUS RECEPTUS. Kemudian Robert of Ketton antara 1141-1157 dari Biara Cluny juga menerjemah al-Qur’an. Kemudian kegiatan penerjemahan tsb inten dilakukan sampai abad ke 16 dan mencapai puncaknya pada awal abad ke 20.
Tentu usaha para pendeta menerjemah al-Qur’an itu bukan untuk berdakwah, tetapi justru untuk “menahan” laju perkembangan dakwah Islam di Eropa. Karena menghalangi dakwah, maka terjemahannya cenderung menyimpang yang mengesankan negatif terhadap al-Qur’an dan kaum Muslim.
Seiring banyaknya kaum Muslim yang hijrah ke Eropah, pada abad ke 20 maka beberapa ulama semisal Yusuf Ali dan aktifis Ahmadiyah juga menerjemah al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris sekaligus menyebarkannya ke tengah masyarakat Eropa. Terjemah terakhir ini -walaupun dikritik- telah berjasa menyebarkan Islam di Eropa, utamanya Inggris.
Ulasan awal munculnya penerjemahan al-Qur’an ini luput dari analisis Zaidanil Kamil dalam Disertasinya: Diskursus Terjemahan Al-Qur’an Bahasa Madura. Ternyata masyarakat Muslim Madura yang berjumlah sekitar 5 juta ( dari 4 kabupaten: Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep) dalam hal terjemah al-Quran Bahasa Madura, tak bisa disatukan. Ada tiga versi Terjemah Al-Qur’an Bahasa Madura yang saat ini masing-masing versi sudah terbit dan tersebar dalam skala terbatas. Kok bisa ? Itu, masing versi mewakili ideologi dan latar belakang dan kecenderungan keagamaan masyarakat Madura.
Kelompok Reformis diwakili oleh Lembaga Pengajian Surabaya (LPS), Reformis-Tradisionalis diwakili oleh LB2Q dan Kelompok Moderat diwakili oleh Tim IAIN Madura. Menurut Z. Kamil ketiga Tim Penerjemah al-Qur’an ini melakukan beberapa kali melakukan diskusi, perdebatan yang tak kunjung mencapai kesepakatan.
Masing-masing kekeh pada “kebenaran” timnya Akhirnya terbitlah 3 versi Terjemahan Al-Qur’an Bahasa Madura.
Jadi, kontestasi Politik tidak hanya berlaku untuk pilpres, pilgub dan pilkada, tapi juga berlaku bagi proses dalam Penerjemahan Al-Qur’an Bahasa Madura.
Disertasi ini sangat menarik perhatian para penguji yang mayoritas berasal dari Madura: Prof. Dr. Abd A’la, Prof. Dr. Imam Ghazali Said, Prof Dr Idri, M Ag, Dr. Abu Bakar ( Madura ), Prof. Abd Kadir Riyadi. MA (Dekan FUF), Prof. Dr. Islah Gusmian, M Ag ( GB Tafsir Al-Qur’an UIN Surakarta) dan Dr. Imroatin Azizah, M Ag.
Semoga Mas Zaidanil Kamil yang masih jomblo segera merevisi Disertasinya menuju Ujian Promosi Doktor secara terbuka.
( Sholihul)