Centralinfomationasean.com)18/10/2024)Sejarah, Perang Paregreg adalah perang antara Majapahit Barat Vs Majapahit Timur. Perang ini terjadi pada saat Majapahit barat dirajai oleh Wikramardhana sementara yang menjadi raja di Majapahit timur adalah Bre Whirabhumi. Selain banyak menewaskan para prajurit dikedua belah pihak, rupanya dalam perang ini sebanyak 170 utusan kekaisaran China yang menyertai Cengho ikut tewas terbunuh.
Latar belakang dari meletusnya perang Paregreg pada awalnya karena pertentangan tahta di Kerajaan Majapahit barat. Sebagaimana diketahui Prabu Hayam Wuruk selama hidupnya mengawini beberapa orang selir, dari selirnya itu kemudian ia memperoleh anak laki-laki yang dikenal dengan nama Bre Wirabhumi, saat kecil Bre Wihirabhumi diasuh oleh Penguasa Majapahit timur yaitu Rajadewi dan Wijaya Rajasa, setelah besar Bhre Wirabhumi dinakahkan oleh orang tua angkatnya dengan putrinya Naghara Wardhani, setelah menikah kemudian Bre Wirhabumi diangkat menjadi Raja di Majapahit timur.
Disisi lain, dari Permaisurinya Hayam Wuruk rupanya tidak mempunyai anak laki-laki. Ia hanya mempunyai anak perempuan. Dari permasiurinya yang bernama Sri Sudewi Hayam wuruk memeproleh anak perempuan yang bernama Kusuma Wardani, selepas kemangkatan Hayam Wuruk ternyata yang menjadi raja selanjutnya adalah Wikramardhana, suami dari anak perempuan Hayam Wuruk.
Faktor pengangkatan mantu sebagai Raja Majapahit barat inilah yang kemudian membuat marah Bre Wirabhumi, ia merasa lebih berhak daripada Wikramardhana, sebab meskipun ia anak seorang selir akan tetapi ia titisan langsung sang Hayam Wuruk , sementara Wikramardhana hanya seorang mantu.
Dilandasi rasa kesalnya inilah Bre Wirabhumi merencanakan pengambil alihan Majapahit barat, untuk kemudian ia satukan dengan Majapahit timur.
Ambisi Bre Wirabhumi untuk mendongkel Wikramardhana dari Majapahit barat inilah yang kemudian menyebabkan perang antara kedua kerajaan terjadi dimana-mana, dimulai dari perang-perang kecilan, saling embargo, sampai pada hina menghina diantara rakyat kedua kerajaan.
Perang yang berlarut-larut diantara kedua kerajaan ini kemudian menyebabkan terpuruknya perekonomian rakyat dikedua kerajaan, selain itu bagi Majapahit barat perang ini juga berimbas pada kemrosotan Majapahit barat dalam mengontrol wilayah kekuasannya yang luas.
Pada saat perang berkecamuk antara Majapahit barat dengan Majapahit timur berlangsung, Jawa kedatangan utusan kekaisaran China, dalam sejarah utusan-utusan tersebut dipimpin oleh laksamana Cheng-ho.
Utusan-utusan tersebut mendatangi tiap-tiap kerajaan termasuk didalamnya Majapahit barat dan Timur, pada saat menjadi tamu di Istana Kerajaan Majapahit timur inilah, pucak dari perang Paregreg meletus. Kejadian tersebut diperkirakan terjadi pada tahun 1406 masehi.
Pada tahun itu pihak Majapahit Barat yang dipimpin Bre Tumapel (Putra Wikramardana) menyerbu Majapahit timur, dalam penyerbuan ini pasukan Bre Tumapel berhasil menghancurkan pasukan Majapahit timur, bahkan berhasil menduduki Istana, dalam peristiwa perang kota dan perebutan Istana ini sebanayak 170 utusan kekaisaran China, yaitu bagian dari orang-orang China rombongan laksaman Cheng-ho ikut terbunuh.
Dalam penyerangan itu, Bre Wirabhumi dikisahkan melarikan diri dari Istan dengan menggunakan perahu, akan tetapi pelariannya ini tidak berhasil, ia ditangkap dan untuk kemudian ia dipenggal oleh Raden Gajah (Narapati) yang kala itu menjabat sebagai Anggabaya.
Kepala Bre Wirabhumi kemudian dibawa kehadapan Raja Majapahit barat. Setelah terbunuhnya Bre Wirabhumi, Majapahit kemudian resmi menjadi satu kerajaan lagi, sebab Kerajaan Majapahit timur telah runtuh.
Terbunuhnya 170 utusan kekaisaran China kemudian membuat masalah baru bagi kerajaan Majapahit barat, Kaisar China memprotes tindakan tersebut, mereka melayangkan keberatan, dan meminta ganti rugi dari tewasnya ratusan pasukan mereka.
Tragedi ini kemudian memaksa Majapahit barat untuk membayar ganti rugi sebanyak 60.000 tahil emas kepada China. Majapahit barat yang kala itu baru saja selesai perang dan menyatukan kerajaan, tentu kas kerajaannya terkuras habis, oleh sebab itu Kerajaan akhirnya mengangsur biyaya ganti rugi tersebut kepada kekaisaran China.
Ma-Huan selaku sekertaris Cengho mencatat bahwa sampai tahun 1408M yaitu 2 tahun selepas tragedi puncak perang Paregreg yang menyebabkan terbunuhnya 170 utasan China, Majapahit baru membayar sebanyak 10.000 tahil emas. Namun karena kasihan terhadap kondisi Majapahit yang sedang terpuruk, sekaligus ingin menjalin persahabatan yang baik dengan Majapahit Kaisar Yung-Lo kemudian membebaskan biyaya ganti rugi itu.
(Sholihul,
Sumber: Sejarah Cirebon)