Centralinformationasean.com, Sejarah, Menyibak kemelut tahta di Istana Singasari. Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara. Wilayahnya diperkirakan seluas separuh Indonesia sekarang.
Tercatat pernah menaklukkan Kerajaan Kadiri di Pulau Jawa, Swarnabhumi di Sumatera dan Kerajaan Bedahulu di Bali.
Pada awalnya Singasari hanyalah sebuah pakuwon yang luas wilayahnya setingkat kecamatan, dipimpin oleh Akuwu Tunggul Ametung. Kemudian direbut paksa dan diambil alih oleh Ken Angrok dengan cara membunuh Akuwu tersebut dalam sebuah pemberontakan kecil.
Setelah menjadi Akuwu, Ken Angrok mulai mbalelo kepada Kerajaan Kadiri yang merupakan induk dari Pakuwon Tumapel. Bahkan, secara terang-terangan menantang Prabu Dandang Gendis dengan cara melindungi para pemuka agama yang sedang bersengketa melawan Kadiri.
Kemudian Ken Angrok berhasil mengalahkan Dandang Gendis atau Prabu Kertajaya dalam sebuah pertempuran di Desa Ganter sekitar Ngantang Malang sekarang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1222 Masehi.
Kemudian Kerajaan Singasari berdiri, menggantikan Kerajaan Kadiri yang telah runtuh.
Ken Angrok yang kemudian bergelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi, menjadi raja dan mendirikan Wangsa/ Dinasti Rajasa menggantikan Wangsa Isyana yang didirikan oleh Pu Sindok sejak jaman Kerajaan Medang hingga Kadiri yang sudah berkuasa ratusan tahun lamanya.
Siapa sesungguhnya Ken Angrok pendiri Kerajaan Singasari yang lahir 1182 Masehi ini ? Kitab Pararaton jelas menyebutkan bahwa dia adalah anak yang tidak dikehendaki kelahirannya. Karena dianggap anak hasil hubungan terlarang antara Ken Ndok, ibunya.
Seorang perempuan cantik dari desa Pangkur, sekitar Tlogomas Malang, dengan penguasa atau setidaknya pejabat yang berkuasa di Tumapel saat itu.
Padahal saat itu Ken Ndog adalah istri Gajahpara dari Desa Cempara.
Ada yang menduga bahwa pejabat itu adalah Akuwu Tunggul Ametung yang kelak dibunuh oleh Ken Angrok.
Tegal Lalateng, daerah sekitar Dau Malang sekarang, diperkirakan merupakan tempat bertemunya Ken Ndog dan pejabat melakukan paradara/persetubuhan.
Dalam tradisi Jawa anak yang lahir seperti ini disebut Lembu Peteng, atau anak berkasta ksatria. Namun, dilahirkan dari perempuan sudra dan diluar perkawinan.
Bayi hasil hubungan gelap tersebut kemudian dibuang di pemakaman daerah Rejasa, Junrejo, Kota Batu, dan ditemukan oleh Lembong, seorang pencuri kenamaan.
Kemudian bayi Ken Arok diasuh nya hingga tumbuh menjadi seorang anak remaja. Dari orang tua angkatnya ini Ken Angrok belajar cara mencuri dan merampok.
Daerah Timur Gunung Kawi merupakan daerah operasi Ken Angrok melakukan aksi pencurian dan perampokan.
Hingga akhirnya dia dijuluki Hantu Padang Karautan.
Walaupun namanya menakutkan bagi banyak orang, namun sesungguhnya dia adalah perampok budiman, karna dia selalu membagikan sebagian besar hasil rampokannya itu kepada orang miskin yang membutuhkan, mirip cerita Robinhood dari Inggris.
Kemudian Ken Arok bertemu dengan Bango Samparan dari Paruman daerah Tlogomas Malang.
Dia dianggap anak oleh Bango Samparan, setiap berjudi selalu diajak, dan dia selalu membawa kemenangan bagi bapak angkatnya itu.
Dirumah Bango Samparan ini, Ken Angrok bertemu pertama kali dengan Tita, salah satu putri Bango Samparan yang kelak menjadi cinta pertama, bahkan kemudian menjadi istri pertamanya.
Perempuan itu oleh Ken Angrok dipanggil dengan nama kesayangan, Ken Umang.
“Candi Telih merupakan saksi bisu, tempat Ken Angrok dan Ken Umang bertemu, belajar, serta bercinta untuk bisa melepas kerinduan,” kata Ketua Bidang Manuskrip Badan Kebudayaan Nasional (BKN) Jawa Timur/Jatim, Nanang Sutrisno.
Karena berkelahi dengan salah satu anak laki-laki Bango Samparan, yang menyebabkan anak itu pingsan. Akhirnya Ken Angrok melarikan diri ke Padang Karautan, tempat Ken Angrok dahulu menjalankan aksinya.
Setelah malang melintang melakukan aksi kejahatannya, akhirnya Akuwu Tumapel, Tunggul Ametung menyatakan Ken Angrok sebagai penjahat, sehingga dia menjadi pencarian orang bagi prajurit dan penduduk Tumapel.
Seorang Brahmana dari India bernama Dahyang Lohgawe mendapatkan bisikan ghaib untuk mencari dan menyelamatkan Ken Angrok.
Kemudian dia mencarinya dan berhasil ditemukan, dan Brahmana tersebut menitipkan kepada Akuwu Tunggul Ametung di Tumapel, orang paling mencari Ken Angrok untuk menghukum mati penjahat tersebut.
Tampaknya Tunggul Ametung sangat menghormati Brahmana Lohgawe dan menganggapnya sebagai guru.
Di Istana Pakuwon Tumapel ini, Ken Angrok benar benar ingin mengadu nasib dan membalik takdir, dia ingin membuktikan bahwa dia mampu menjadi raja di Tanah Jawa sebagaimana yang dikatakan Brahmana Lohgawe gurunya.
Setelah sekian lama mengabdi di Tumapel, akhirnya dia menemukan saat yang tepat untuk membulatkan tekad mewujudkan mimpinya itu.
Peristiwa tersingkapnya kain Ken Dedes hingga ke pangkal paha di Taman Boboji membuat Ken Angrok tidak sabar ingin melenyapkan nyawa Tunggul Ametung.
Dalam benaknya, Ken Angrok beranggapan bahwa dengan sekali tindakan, keduanya bisa dimiliki, yaitu Ken Dedes dan tahta Tumapel.
Berbekal Keris Gandring yang belum benar-benar sempurna dan dipadukan dengan kecerobohan Kbo Ijo, Ken Angrok berhasil mewujudkan ambisinya untuk memperistri Ken Dedes dan berkuasa di Tumapel.
“Sebenarnya Ken Dedes tahu bahwa Ken Angrok yang membunuh suaminya itu, tetapi Ken Dedes sudah benar-benar jatuh cinta pada Ken Angrok,” jelas Nanang, yang juga kolektor buku sejarah ini.
Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi ini bukanlah termasuk orang yang kacang lupa kulitnya.
Pada saat dia berhasil mendirikan Kerajaan Singasari, dia membawa orang-orang yang berjasa semasa perjuangan dulu ke istana dan diberikan jabatan tinggi, antara lain, Brahmana Lohgawe gurunya, anak Mpu Gandring, Anak Kbo Ijo, Lembong, Bango Samparan, termasuk Ken Umang istri pertamanya.
Tampaknya keputusan membawa Ken Umang ke istana membawa prahara berkepanjangan bagi Ken Arok dan Istana Singasari. Karena Ken Dedes istrinya yang lain tidak mau diduakan, dia memendam kekecewaan yang teramat dalam dan menjadi dendam kesumat.
Sebenarnya Ken Angrok sangat mencintai Ken Dedes, hal ini dibuktikan dengan mengangkat Mahisa Wungatelang anak sulungnya dari perkawinannya dengan Ken Dedes sebagai raja di Daha, dan menyiapkannya sebagai raja pengganti dirinya kelak.
Selain itu Ken Angrok tidak mau mengangkat Anusapati sebagai putra mahkota, karena dia tahu anak Tunggul Ametung tersebut punya kegemaran buruk suka berjudi dan minum minuman keras yang memabukkan.
Tentu saja kebijakan ini menimbulkan sakit hati bagi Anusapati, bahkan Ken Dedes ikut terpengaruh memusuhi Ken Angrok suaminya tersebut.
Akhirnya Ken Dedes menceritakan rahasia kematian Tunggul Ametung dan menyerahkan Keris Gandring kepada Anusapati, seakan-akan member perintah untuk menuntaskan dendam kesumat itu.
“Hutang nyawa harus dibayar nyawa, begitu tekad Anusapati dalam hati,” tambah Nanang Sutrisno, yang juga Pimpinan Komunitas Majapahit Bhumi Wilwatikta ini.
Menurut Kitab Pararaton Ken Angrok dibunuh oleh orang suruhan Anusapati dari Desa Batil pada Hari Kamis PON, Waktu Landep, Sore hari Tahun 1247 Saka yang bertepatan 1227 Masehi.
Dan kemudian jenasahnya diperabukan serta disimpan di Candi Kagenengan. Nama besar Ken Angrok tetap harum di mata warga Malang dan Jatim.
Sebuah patung setinggi enam meter didirikan di depan GOR Ken Arok untuk menghormati keberadaan raja besar tersebut.
(nanang Sutrisno/ Sholihu)