Centralinfomationasean.com-18/10/2024)Opini, Yang rame dibicarakan kemarin, debat terbuka Guru Gembul Vs Ustadz Nuruddin. Obrolan logika dengan istilah-istilah tingkat tinggi memang, apalagi disertai dasar keilmuan Ustd Nuruddin.
Tapi di sisi lain, saya justru bangga dengan perhalkohan karena untuk memahami ucapan Ustadz ini saya yakin teman-teman yang sudah lewat kitabnya gak perlu terlalu mengerenyitkan kening, secara bahasa simplenya … senada di bab awal tasqif “Jalan Menuju Iman” kitab “Peraturan Hidup dalam Islam” tulisan Syech Taqiuddin, tentang Allah bersifat azali bisa dibuktikan dengan memperhatikan ciptaan-ciptaanNya, ada juga menyinggung teori kausalitas tentang manusia, alam semesta dan kehidupan, dan seterusnya.
Beberapa point dari Catatan Moderator Diskusi disalin Ustadz Muhammad Laili Al-Fadhli ;
Moderator:
Kita konsepnya diskusi, karena kata membawa rasa. Supaya tidak terkesan adanya pertikaian dan bisa mengosongkan gelas untuk bisa menerima kebenaran dari pihak manapun
Bagian awal, kita mesti memberikan definisi mengenai persoalan yang sedang dibahas. Masing-masing pemateri akan menyampaikan materi dan presentasi.
Ust Nuruddin:
Ketika iman dianggap sbg sesuatu yang ilmiah, maka banyak orang tersentak dan menolak hal ini. Semua ini berasal dari pengaruh epistemologi barat yang membatasi sisi ilmiah dalam batasan inderawi dan empiris belaka.
Catatan: kita tidak mengingkari pengetahuan inderawi dan empiris.
Yang kita masalahkan adalah bagaimana kita membatasi term ilmiah dalam batasan inderawi dan empiris belaka.
Ada dua mahal niza dalam masalah ini:
1. Apakah pengetahuan ilmiah itu terbatas pada empirik?
2. Apakah akidah Islamiyah itu terbukti secara ilmiah?
Al-Ghazali: Akidah adalah fondasi seluruh keilmuan Islam.
Grand Syaikh Azhar, Ahmad Thayyib:
Bahwa akidah merupakan ilmu berdasarkan ayat “Fa’lam annahu Laailaaha illallaah”
Akidah:
1. Ilahiyat
2. Nubuwwat
3. Sam’iyyat
Pak Guru Gembul sudah terjebak kaum empirisme yang menyatakan bahwa ilmiah itu hanya inderawi. Padahal ada pengetahuan yang bersifat aksiomatik dharuri, aqli.
Dr. Al-Buthi: Keberadaan Tuhan itu ilmiah walaupun tidak berasal dari empiris inderawi. Melainkan berasal dari pengetahuan rasional.
Hukum kausalitas itu tidak akan pernah bisa diingkari
Tidak ada satupun ilmuwan yang mengingkari hukum kausalitas.
Konsep kemustahilan sendiri bukan konsep inderawi.
Karenanya dalam Islam, sumber ilmu bukan hanya inderawi, akan tetapi juga datang dari akal/ rasional dan khabar shahihah.
Tanpa keyakinan akan kausalitas maka kita tidak akan pernah bisa mengambil kesimpulan dan generalisir.
Keilmuan modern meyakini bahwa alam memiliki permulaan.
Alam itu mungkin (burhanul imkan), sedangkan Tuhan: sebab yang tidak disebabkan.
Para ilmuwan Barat sekalipun sepakat bahwa ilmiah tidak terbatas pada metode empirik.
Para ilmuwan Barat membantah bahwa ilmiah mesti dimulai dari skeptisme.
Selanjutnya Ust. Nuruddin menyampaikan beberapa referensi dari para Ahli Teolog, Filsuf, dan Ilmuwan ,sebagai berikut ;
Guru Gembul:
Saya tidak pernah mengatakan bahwa ilmiah hanyalah empiris. Saya hanya mengatakan bahwa ilmiah berawal dari inderawi.
Saya tidak mau memperdebatkan masalah Tuhan. Karena harusnya kita fokus pada ciptaan-Nya, perkembangan ekonomi, iptek, dsb.
Tuhan tidak bisa dicapai melalui metode ilmiah dan tidak bisa dinalar dengan logika.
Dan “akidah” menurut versi saya adalah “Tuhan dan perbuatan-perbuatan-Nya”, bukan persoalan-persoalan lain yang tidak berhubungan dengan hal tsb.
Ust. Nuruddin:
Kita sepakat bahwa Zat Tuhan itu tidak bisa diindera dan diteliti.
Adapun yang kita diskusikan adalah wujudullah (keberadaan Tuhan) dan akidah Islam secara umum. Kita tidak sedang mendiskusikan esensi Tuhan, tapi eksistensi Tuhan secara ilmiah.
Kalau Tuhan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, lalu dengan apa kita membuktikannya?
Guru Gembul:
Kita membuktikannya dengan wahyu.
Ust. Nuruddin:
Bagaimana membuktikan bahwa wahyu adalah benar? Bagaimana membuktikan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Tuhan? Bagaimana membuktikan bahwa ada nama-nama nabi Adam, Idris, dst., kalau kita mewajibkan indera dalam penelitian ilmiah? Padahal metode ilmiah tidak selalu berkaitan dengan inderawi.
Guru Gembul:
Metode ilmiah mesti berawal dari indera, lalu bisa dibuktikan secara empiris. Kalau tidak bisa melalui tahapan tersebut, maka ia tidak ilmiah. Karena Tuhan tidak bisa diindera dan tidak bisa dibuktikan secara empiris, maka Tuhan tidak ilmiah. Ini adalah pendapat saya.
Hadirin:
Apa referensi pendapat Anda?
Guru Gembul:
Googling aja kan nanti bisa dibaca metode ilmiah itu mesti empiris.
Ust. Nuruddin:
Guru Gembul berbicara tanpa data dan tanpa referensi. Bahkan beberapa kali mengutip perkataan ahli secara keliru. Kalau bukan karena followersnya banyak saya tidak akan menanggapinya dengan serius. Apalagi yang mengajak debat adalah beliau, maka saya tanggapi dengan serius, dengan menampilkan data dan referensi sebelum berbicara.
Guru Gembul:
Saya tidak membawa data, referensi, dan power point karena memang saya meremehkan isu yang dibawa oleh Kiera ini. Saya tidak mau memperdebatkan Tuhan, karena esensi Tuhan terlalu suci untuk diperdebatkan. Saya rasa ini sudah final dan disepakati kaum muslimin, jadi untuk apa diperdebatkan.
Ust. Nuruddin:
Ini yang saya heran. Beliau yang menantang debat, tapi beliau sendiri yang meremehkan isu ini.
Bukankah beliau bilang “Ayo siapa yang bisa membuktikan Tuhan secara ilmiah mari kita berdebat.”
Penting untuk disampaikan bahwa tidak ada yang sedang memperdebatkan esensi Tuhan. Yang diperdebatkan adalah: “Apakah akidah Islam itu ilmiah atau tidak.” Dan saya sudah menyampaikan data, referensi, dan bukti bahwa wujudullah dan akidah islam secara umum itu terbukti ilmiah. Sesuai dengan pemahaman ilmiah para ahli.
Maka saran saya, hendaklah seseorang berbicara sesuai kapasitasnya. Tidak berbicara kecuali dengan referensi yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan ilmiah.
Sikap guru gembul yang meremehkan isu ini, lalu tidak membawa data dan referensi sepanjang diskusi bukanlah sikap akademisi dan bukanlah sikap yang ilmiah.
(Afwan / Sholihul)