Tradisi Baru Pesta Sosialita Hajatan ,Menyisakan Makanan dan Sesaji.

banner 120x600
banner 468x60

Centralinformationasean.com,9/11/2024) Opini , Prokem Jawa mengatakan Segane aja dientekne, sisakno sitik, ora ilok ( Nasine jangan dihabiskan, sisakan sedikit, tidak pantas ). Demikian kira-kira yang disampaikan orang-orang tua dahulu kepada anak-anaknya ketika berada dalam suatu hajatan, dimana disana dihidangkan makanan. Diakui atau tidak, hal ini telah menjadi budaya di masyarakat, bahkan semacam norma.

Bahwa Dalam suatu perjamuan makanan, entah mantenan, sunatan, atau sekedar syukuran tamu menghabiskan makanannya hingga tak bersisa, maka hal ini dianggap tidak pantas,bisa menurunkan muru’ah (harga diri) tamu tersebut. Bahkan mungkin dianggap nggragas, ora mekakat, ora kaup-kaupan. Saya sendiri pernah mengalami hal seperti itu.

Dimana ketika makanan dipiring saya habiskan, hingga tak bersisa meskipun sebutir upa, saya lihat tamu-tamu lain didekat saya memandang dengan aneh. Mungkin berpikir bahwa saya ini dokoh, aji mumpung, nggragas. Saya sih cuek aja. Sikat boss…!

banner 325x300

Nah, namanya adat itu ada yang baik ada juga yang tidak baik. Salah satu adat atau budaya yang tidak baik adalah budaya menyisakan makanan tersebut di atas. Kenapa tidak baik? Karena hal tersebut termasuk perbuatan menyia-nyiakan makanan, sehingga menjadi mubadzir. Dan ingat ya gaeeess, mubadzir itu dosa, perbuatan yang disukai setan.

Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang yang berperilaku mubadzir ( boros, menyia-nyiakan harta, menyisakan makanan, dsb) adalah termasuk teman-temannya setan. Mau sampeyan jadi temannya setan? Nggaklah. Secara logika, hal tersebut juga tidak bisa diterima. Ingat ya, tuan rumah atau sahibul hajat itu menyuguhkan hidangan untuk tetamunya tujuannya ya agar dinikmati, dimakan, diminum sampai habis. Kan sayang jika beras dibeli mahal-mahal hanya untuk dibuang?.

Bayangkan saja, misalnya satu piring nasi terbuat dari 100 gram beras. Lalu yang dimakan separuhnya, berarti menyisakan 50 gram beras. Kalau dalam satu perhelatan ada seribu piring nasi, berarti 50 gram x 1000 sama dengan 50.000 gram alias 50 kg beras terbuang percuma. Kalau dalam satu kecamatan ada 25 hajatan, ya kalikan saja 50 kg x 25 = 1250 kg alias 1 ton 2 kwintal punjul setengah beras dibuang sia-sia. Jangan ya dek ya.

Bahkan dalam masalah makan memakan ini, Rasulullah saw. telah memberikan tuntunan yang jelas. Bahwa sebutir nasi yang melakat di piring atau yang melekat pada jari-jari wajib kita habiskan. Bukan hanya itu, makanan yang terjatuh pun, diperintahkan untuk dimakan dengan membersihkannya dari kotoran terlebih dahulu.

Terus solusinya bagaimana? Ya habiskan makanannya, biarkan dianggap nggragas. Lagipula porsi nasi dalam hajatan-hajatan pada saat ini, menurut saya, umumnya sangat sedikit. Kasarnya, tidak mengenyangkan. Mengapa tidak dihabiskan.

Hal ini tentunya akan berbeda jika tuan rumah menggunakan sistem prasmanan. Ini lebih fleksibel dan luwes. Kita bisa mengatur sendiri porsi makanan kita. Dan sistem prasmanan seperti ini, menurut saya lebih bisa meminimalisir makanan yang terbuang dengan sia-sia. Kalau sampeyan tidak terlalu lapar, ya makan secukupnya, untuk menghargai tuan rumah.

Jika lapar? Ya tetap makan secukupnya. Lho, katanya tadi disuruh sikat mas, suruh menghabiskan? Biar nggragas asal kenyang?. Sik to, kosik. Yang tadi itu itu kan yang piringan. Kalau piringan ini makanan sudah disajikan dalam piring yang hanya dikhususkan bagi seorang tamu saja. Artinya, jika dihabiskan itu adalah menjadi hak dan juga kewajibannya. Jika tak dihabiskan akan menjadi sisa, dan dosa kembali kepadanya juga.

Beda dengan prasmanan, dimana kita sendiri yang menyajikan makanan ke dalam piring kita. Jika itu diluar batas kewajaran makanan manusia pada umunya, ya jangan salahkan orang jika sampeyan dianggap sebagai orang nggragas dan dremba. Tuan rumah jika melihat tamu model aji mumpung ini juga akan mbatin “ Biyuuuh, gek kui ngko cucuk pora karo amplopane. Nek dayoh ngene iki kabeh, ya ngalamat thekor aku masseeh !”.

Makan itu hukum asalnya mubah. Seperlunya saja, jangan berlebihan juga jangan kekurangan. Berlebihan beresiko obesitas, hipertensi, stroke dan juga impotensi. Kurang makan berakibat kurang gizi, busung lapar, dan juga stunting. Makan sekedarnya, nikmati apa yang ada.

( Sholihul)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *