Centralinformationasean.com, 26/12/2024, Karanganyar, Kisah Siswi SMK di Karanganyar Rela Jualan Cilok Demi Bisa Sekolah
Ida Ayu Riski Susilowati tampak tergesa-gesa mengayuh sepedanya.
Tinggal dua menit lagi gerbang SMK Bhakti Karya Karanganyar ditutup.
Dari kejauhan, tampak Ida tak seperti murid sekolahan.
Dia mengenakan caping. Sepedanya pun dilengkapi kotak untuk berjualan cilok.
Sebelum memasuki gerbang, tak lupa Ida mencium tangan gurunya yang berjaga di luar sekolah. Sampai di kelas, Ida bergegas menyapu lantai karena hari ini merupakan jatah piketnya.
“Ini tadi di jalan dicegat orang-orang mau beli cilok, untung tidak terlambat,”
Setelah menyelesaikan tugas piket, Ida menuju ke sepedanya untuk melayani teman-temannya yang ingin membeli cilok.
Namun terlebih dahulu Ida harus menyisihkan beberapa ciloknya karena sudah dipesan guru sejak kemarin.
Satu per satu pembeli pun kemudian dia layani dengan ramah. Belum juga ada 30 menit, cilok di dalam dandang sudah ludes terjual.
“Ya kadang habis, kadang ada sisa. Kalau sisa nanti buat makan sendiri di rumah,” katanya.
Ciloknya memang spesial. Meski dihargai Rp 500 per biji, ukuran ciloknya relatif besar dan memiliki rasa yang enak. Pantas saja jualannya sering habis sebelum sekolah usai.
“Saya dari dulu pengin beli tapi enggak pernah kebagian, baru sekarang bisa beli,” kata Astri, siswi kelas XI.
Teman sekelasnya, Niken, menilai Ida memang seorang pekerja keras. Dia dan kawan-kawan salut dengan kegigihan Ida yang sekolah sambil berjualan cilok.
“Orangnya ramah, mau bekerja keras untuk membiayai sekolah. Seusia kita kan biasanya malu, gengsi berjualan,” ujar Niken.
Berjualan Cilok untuk bayar SPP sekolah
Gadis yang dibesarkan di Bekasi ini menggunakan penghasilannya untuk membayar biaya sekolah dirinya dan adiknya yang juga bersekolah di SMK Bhakti Karya. Di Karanganyar, dia bersama adiknya tinggal berdua di rumah almarhum nenek.
Usianya kini sudah 20 tahun, jauh lebih tua dari teman sebayanya. Setelah lulus SMP di Bekasi, dia sempat berhenti sekolah empat tahun karena terkendala biaya.
Dia kemudian pindah ke Karanganyar karena mendapat kesempatan bersekolah gratis di SMK Bhakti Karya.
“Sejak kelas 1 dan 2 saya sekolah gratis. Baru kelas 3 (XII) ini bayar, makanya jualan cilok. Sehari bisa untung Rp. 40 ribu, itu untuk nyicil SPP, nabung sama untuk sehari-hari,” ujar Ida.
Ida adalah anak ketujuh dari 10 bersaudara. Ayah Ida sudah meninggal, kini dia hanya memiliki ibu yang bekerja berjualan sayur masak di Bekasi
Ida mengaku tak pernah mendapat kiriman uang dari ibunya. Dia memang tidak pernah berharap kiriman uang, karena kondisi ekonomi keluarganya tidak cukup baik.
“Dulu sempat mau sekolah, tapi karena mahal, saya tidak mau (kemudian sempat berhenti sekolah).
Sebenarnya ibu bilang boleh, tapi saya tidak mau karena mahal. Sekarang pun ibu masih harus menanggung adik saya yang ada di sana,” tutupnya.
( Sholihul)