Antonius Lukminto, jejak digital Kasus, Kejanggalan Prosedur Penyitaan dan Digital Forensik Proses penyitaan dan analisis barang bukti elektronik .

banner 120x600
banner 468x60

Centralinfomationasesn.com-30/10/2024/Ciamis, Kasus Antonius, yang saat ini tengah diadili di Pengadilan Negeri Cianjur dengan nomor perkara 262/Pid.Sus/2024/PN Cjr, membuka berbagai pertanyaan serius tentang keabsahan penanganan bukti elektronik.

Antonius, yang didakwa melakukan aktivitas perjudian online, dihadapkan pada tuntutan pidana di bawah Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 303 KUHP. Namun, permasalahan dalam penanganan bukti serta kondisi mental Antonius menghadirkan pertanyaan mendasar mengenai validitas dan objektivitas dakwaan ini.

banner 325x300

Kejanggalan dalam Prosedur Penyitaan dan Digital Forensik
Proses penyitaan dan analisis barang bukti elektronik dalam kasus ini juga menuai kritik. Barang bukti yang disita pada saat penangkapan tidak disegel sesuai prosedur standar. Penyegelan ini merupakan bagian penting dalam chain of custody untuk menjamin keamanan dan keaslian bukti. Namun, penyitaan barang bukti elektronik dalam kasus ini dilakukan tanpa penyegelan, membuka peluang terjadinya manipulasi. Selain itu, barang elektronik baru dikirim untuk digital forensik pada bulan Juli 2024, berbulan-bulan setelah penangkapan pada April, yang berpotensi merusak data dan memengaruhi keandalannya di pengadilan. Ujar Lydia.

Buku Bukti Elektronik dalam Praktik Peradilan oleh Dr. Eddy Army menyatakan bahwa keaslian dan integritas bukti digital sangat penting dalam persidangan. Penyimpangan seperti penundaan atau penyegelan yang tidak sesuai prosedur dapat menjadikan bukti digital tidak sah. Pada kasus Antonius, celah ini menjadi dasar pembelaan yang kuat dalam menantang keabsahan dakwaan.

Kurangnya Ahli Forensik Independen
Salah satu kekurangan lain dalam kasus ini adalah absennya ahli forensik independen yang seharusnya dilibatkan untuk memastikan objektivitas analisis data digital. Mengingat kompleksitas bukti elektronik dalam perkara pidana, keterlibatan ahli independen dapat menjamin bahwa analisis yang dilakukan tidak berat sebelah atau tidak berpihak. Hal ini juga sesuai dengan prinsip dalam praktik peradilan, di mana bukti elektronik yang tidak diverifikasi secara independen rentan dipertanyakan validitasnya. Ujar Lydia.

Mengingat dan Mempertimbangkan Pembebasan demi Hukum
Melihat berbagai kejanggalan dalam penanganan barang bukti, ketidaksesuaian waktu unggahan, serta kondisi mental Antonius yang tidak stabil, pengajuan permohonan pembebasan demi hukum menjadi langkah yang logis. Bukti-bukti dan prosedur hukum yang cacat membuka peluang bagi Antonius untuk mengajukan pembatalan perkara demi hukum dan pembebasan dari seluruh tuntutan. Ujar Lydia.

Kasus ini menjadi cermin bagi tantangan serius yang dihadapi dalam proses penegakan hukum yang melibatkan bukti digital. Keberadaan barang bukti elektronik yang valid dan diperoleh dengan cara sah harus selalu diperhatikan demi terciptanya keadilan. Masih diperlukan reformasi mendalam dalam prosedur digital forensik, termasuk penyempurnaan pengawasan chain of custody”agar kasus seperti Antonius ini bisa dihindari di masa mendatang. Ujar Lydia

Dari sisi keluarga dan kuasa hukum Antonius, Bapak Advokat Donny Andretti, SH, SKom, MKom, CMd dari Subur Jaya Lawfirm – FERADI WPI, “keadilan bagi Antonius berarti melihat pengadilan negeri Cianjur mempertimbangkan bukti-bukti yang sah dan prosedur yang dilakukan sesuai standar hukum yang berlaku. Jika tidak, proses hukum ini berisiko menjadi tidak hanya tidak adil bagi Antonius anak dari Lukminto tetapi juga bagi masyarakat luas yang mendambakan keadilan sejati.

(Sholihul)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *