Centralinformationasean.com, 3/12/2024, Sejarah, SETON atau SETU-AN berasal dari akar kata “Setu” (maksudnya hari Sabtu) ditambah akhiran “an”. Setuan atau Seton berarti kegiatan di hari Sabtu, Sabtu-an.
Budaya Jawa memang adiluhung, di dalamnya ada filosofi penuh dengan makna dan nasihat, bagaimana sikap yang baik dan selalu mawas diri, mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari pergaulannya dengan orang lain. Wujud kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sosialnya adalah dengan berbagi nasihat. Satu contoh nasihat ini ada dalam ungkapan peribahasa: “BELO MELU SETON”
Belo adalah istilah anak kuda yang masih kecil. Sedangkan Seton itu artinya Setu-an atau dalam bahasa Indonesia adalah kegiatan yang dilakukan pada hari Sabtu (Setu = Sabtu, red). Artinya, anak kuda yang ikut-ikutan induknya saat latihan rutin, yang digelar pada setiap hari Sabtu.
Anak kuda ini selalu mengikuti induknya kemana pun pergi, walaupun induknya sedang mengikuti latihan keprajuritan di Keraton pada setiap hari Sabtu.
Latihan keprajuritan dengan menggunakan Kuda Betina maupun Jantan itu dilakukan setiap hari Sabtu, di dalam Keraton. Dan, munculah istilah Seton (Setu-an) atau dalam bahasa Indonesia Sabtu-an yang berarti setiap hari Sabtu. Pada zaman kerajaan Mataram dahulu, hari Sabtu adalah hari untuk melakukan latihan perang keprajuritan.
Adakalanya kuda-kuda betina yang dipakai itu memiliki anak yang masih kecil atau Belo. Tentunya harus dibawa serta kalau induknya latihan, karena Belo tersebut masih menyusu ke induknya. Jadi ketika induknya latihan maka si Belo ini ikut berlarian mengikuti induknya. Orang Jawa menyebutnya melu-meluan tok, atau ikut-ikutan saja tanpa tahu apa sebenarnya yang dia lakukan. Belo ini bukan merupakan bagian dari acara induknya, bukan bagian dari acara Keraton, walaupun dia ikut berlarian di sana.
MAKNA FILOSOFI “BELO MELU SETON”
Dalam budaya Jawa, “BELO MELU SETON” ini juga bermakna sindiran bagi orang-orang yang kerjanya hanya ikut-ikutan saja, tidak tahu apa tujuannya, hanya mendompleng orang lain, dan tanpa punya andil apa pun dalam kegiatan yang ada itu, selain hanya ikutan ramai-ramai saja.
( Sholihul)